Jumat, 06 Agustus 2010

Detik-Detik Maulid Nabi Saw

Sang nabi akhir zaman itu telah lahir. Namun, sangat disayangkan, Allah swt telah dengan cepat memanggil para agamawan yang menjadi “saksi pentingâ€? kebenaran Muhammad s.a.w ke sisi-Nya. Seolah-olah sebuah drama yang penuh liku, sedikit demi sedikit, para agamawan yang diharapkan kesaksiannya telah wafat. Tidak bisa dibayangkan, andaikata para agamawan ini, dan segenap murid serta keturunannya, masih hidup serta senantiasa mengikuti perkembangan bayi Nabi Muhammad saw hingga pada usia-usia dewasa dan kenabian, tentu sejarah akan berbicara lain. Diriwayatkan oleh Umar bin Khatthab r.a., beliau berkata : saya bersama Rasulullah s.a.w sedang duduk-duduk. Rasul s.a.w. bertanya kepada para sahabat, "Katakan kepadaku, siapakah yang paling besar imannya?" Para sahabat menjawab; 'Para malaikat, wahai Rasul'. Nabi s.a.w bersabda, “Tentu mereka demikian. Dan mereka berhak seperti itu. Tidak ada yang bisa menghalangi itu, karena Allah s.w.t telah memberikan mereka tempat”. Sahabat menjawab, “Para Nabi yang diberi kemuliaan oleh Allah s.w.t, wahai Rasul”. Nabi s.a.w. bersabda, “Tentu mereka demikian. Dan mereka berhak seperti itu. Tidak ada yang bisa menghalangi itu, karena Allah s.w.t telah memberikan mereka tempat”. Sahabat menjawab lagi, “Para syuhada yang ikut bersyahid bersama para Nabi, wahai Rasul”. Nabi s.a.w. bersabda, “Tentu mereka demikian. Dan mereka berhak seperti itu. Tidak ada yang bisa menghalangi itu, karena Allah s.w.t telah memberikan mereka tempat”.
Lalu siapa, wahai Rasul?”, tanya para sahabat.
Lalu Nabi s.a.w. bersabda, “Kaum yang hidup sesudahku. Mereka beriman kepadaku, dan mereka tidak pernah melihatku, mereka membenarkanku, dan mereka tidak pernah bertemu dengan aku. Mereka menemukan kertas yang menggantung, lalu mereka mengamalkan apa yang ada pada kertas itu. Maka, mereka-mereka itulah yang orang-orang yang paling utama di antara orang-orang yang beriman”. [Musnad Abî Ya’lâ, hadits nomor 160].
Waktu yang ditunggu-tunggu itu belum datang juga, namun beberapa orang masih terus mencari. Mereka menelusuri ujung-ujung kota Mekkah. Dari satu tempat ke tempat lain, orang-orang yang merindukan kehadiran seorang pembebas itu tak lupa bertanya kepada orang-orang yang mereka jumpai di setiap tempat. Mereka bertanya begini kepada setiap orang, “Siapakah di antara kalian yang memiliki bayi laki-laki?”. Namun tak seorang pun mengiyakan pertanyaannya. Orang awam tentu tidak memahami maksud pertanyaan itu, namun orang-orang itu tidak juga berhenti untuk mencari dan menanyakan dimana gerangan bayi laki-laki yang dilahirkan. Semuanya ini dilakukan untuk membuktikan kepercayaan yang selama ini diyakininya. Bahwa dunia yang telah rusak sedang menanti kedatangannya.
Hingga pada suatu pagi.
Sebagaimana aktifitas yang telah diberlakukan semenjak zaman nabi Ibrahim a.s, setiap bayi yang lahir pada saat itu segera di-thawaf-kan. Ini tidak lain untuk mendapatkan hidup yang penuh barokah, yakni bertambahnya kebaikan lahir dan batin, serta mengharapkan kemuliaan dan petunjuk dari Allah s.w.t. Tidak terkecuali bagi seorang sayyid Abdul Muththalib, yang terkenal masih bersih dalam urusan teologi. Begitu mengetahui cucu laki-lakinya lahir, maka segeralah beliau membawa bayi itu menuju Ka’bah, lalu Thawaf, membawa bayi itu mengelilingi Ka’bah tujuh kali sambil berdoa kepada Allah s.w.t.
***
Tepat sesaat setelah sayyid Muththalib memasuki rumah setelah men-thawaf-kan cucunya, lewatlah seseorang yang selama beberapa hari ini mencari kelahiran seorang bayi laki-laki. Saat itu, orang yang sudah cukup tua tersebut masih menanyai kepada setiap orang yang dia temui, “Siapakah di antara kalian yang memiliki bayi laki-laki?”. Pada saat itulah sayyid Muththalib menyadari ada seorang tua yang mencari bayi laki-laki.
Dipanggilnya orang tua itu, lalu beliau berkata kepadanya, “Saya punya bayi laki-laki, tapi, tolong katakan, apa kepentingan anda mencari bayi laki-laki?”.
Saya ingin melihat bayi laki-laki yang baru lahir. Itu saja”, jawab orang tua tersebut yang sekonyong-konyong muncul semangat baru dalam dirinya. Tanpa memberikan kesulitan apapun, sayyid Muththalib mempersilahkan orang tua itu masuk ke rumahnya untuk melihat bayi yang dimaksud.
Apa yang terjadi saat orang tua itu melihat bayi yang ditanyakannya, adalah hal yang tidak pernah dibayangkan oleh sayyid Muththalib. Sang sayyid memang tidak pernah berpikir apa pun. Sebagai layaknya seorang kakek yang berbahagia mempunyai cucu, beliau cukup bersyukur sang cucu dilahirkan dalam keadaan sehat wal afiat. Namun, bagi orang tua yang sedang mencari sesuatu itu tidak demikian. Begitu melihat bayi dan menemukan ciri-ciri sebagaimana disebutkan dalam kitab yang dia baca, serta informasi dari orang-orang terdahulu, orang tua itu berseru, “Benar, benar sekali ciri-cirinya, inilah bayi yang akan menjadi Nabi akhir zaman kelak…”. Dalam kebengongan sayyid Muththalib, pingsanlah orang tua yang selama ini mencari-cari bayi laki-laki tersebut, lalu wafat pada saat itu juga.
***
Orang-orang yang mencari bayi laki-laki saat itu, termasuk seorang tua yang akhirnya mendapatkannya dan pingsan, adalah para agamawan yang meyakini akan kehadiran seorang Nabi akhir zaman. Mereka sangat teguh memegang berita akan kemunculan nabi akhir zaman ini. Semakin kuat keyakinan mereka, semakin mereka meninggalkan urusan-urusan dunianya guna menanti atau mencari nabi akhir zaman itu. Penantian nabi akhir zaman itu, selain berkat informasi dari kitab-kitab mereka, saat itu, mereka juga sangat merasakan bahwa keadaan membutuhkan kehadiran sang Nabi.
Sedang sang bayi yang ditunggu adalah bayi Muhammad Shalla-llâhu ‘alayhi wa sallama, bayi yang kelak menjadi nabi terakhir.
Demikianlah, akhir dari kisah pencarian pendeta-pendeta serta segenap agamawan pada zaman pra Nabi Muhammad s.a.w. Pencarian atas apa yang diisyaratkan dalam kitab-kitab mereka, bahwa akan diutusnya nabi akhir zaman untuk meluruskan kembali aqidah-aqidah yang telah bengkok.
Dari kisah ini, kita mengetahui betapa pada waktu itu masyarakat mengelu-elukan kehadiran Nabi Muhammad s.a.w. ‘Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin’. (QS. 9:128). Hampir setiap kaum tahu bahwa ketika situasi sudah sangat rusak, nabi akhir zaman akan muncul. Namun, dari mana dia lahir, hal itu yang tidak pernah diketahui secara pasti. Yang diketahui pada saat itu adalah ciri-ciri tempat, posisi bintang, ciri-ciri bayi, dan lain sebagainya.
Dalam kitab-kitab lama, ciri-ciri tersebut ditulis secara jelas. Hingga masyarakat yang membaca kitab-kitab itu pun akan mengetahui pula. Tidak sekedar mengetahui, tapi mereka juga berkeinginan untuk dekat dengan nabi akhir zaman tersebut.
Salah satu yang diimpikan oleh berbagai kaum saat itu, adalah harapan agar nabi akhir zaman itu muncul dari keturunannya. Hal demikian tentu sangat manusiawi. Maka, untuk mewujudkan impian itu, banyak kaum yang melakukan migrasi dari kampung halamannya, untuk mencari tempat yang disebutkan ciri-cirinya oleh kitab-kitab lama.
Ada beberapa tempat yang saat itu menjadi pilihan para pencari nabi akhir zaman. Tempat-tempat itu antara lain adalah Mekkah, Madinah (Yathrib) serta Yaman. Salah satu dari tiga tempat itu diyakini menjadi tempat nabi akhir zaman dilahirkan. Banyak juga para agamawan yang menduga nabi akhir zaman masih akan muncul dari kawasan Jerusalem atau Damaskus.
***
Untuk kasus Mekkah, orang-orang atau kaum non Quraisy yang minoritas adalah kaum pendatang yang sengaja tinggal di Mekkah untuk menanti kedatangan nabi akhir zaman. Sedangkan kasus migrasi di Madinah, orang-orang Yahudi-lah yang banyak menempati kota tersebut waktu itu. Suku bangsa seperti Bani Nadhir, Quraizah, Qainuqa’ dan suku-suku kecil lainnya, yang sering muamalahnya menghiasi sejarah Islam dan târîkh Nabi s.a.w, adalah keluarga-keluarga Yahudi yang bermigrasi dari berbagai kawasan, baik dari Jerusalem, Yaman, maupun yang lainnya, ke daerah Madinah untuk menanti nabi akhir zaman. Migrasi-migrasi itu terjadi dengan harapan nabi akhir zaman muncul dari keturunan mereka, selain, tentunya, mengharapkan barokah tadi. Migrasi ke Madinah ini dilakukan sudah cukup lama, setidaknya mereka telah mendiami Madinah sekitar 100 tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad s.a.w.
Banyak sekali suku-bangsa yang percaya akan datangnya nabi akhir zaman. Mulai dari Ethiopia (Al-Habsyi) hingga Damaskus (Dimasyqa), serta dari Yaman hingga negeri-negeri Rusia. Semuanya menanti kedatangannya.
***
Sang nabi akhir zaman itu telah lahir. Namun, sangat disayangkan, Allah s.w.t telah dengan cepat memanggil para agamawan yang menjadi “saksi kunci” kebenaran Muhammad s.a.w ke sisi-Nya. Seolah-olah sebuah drama yang penuh liku, sedikit demi sedikit, para agamawan yang diharapkan kesaksiannya telah wafat. Tidak bisa dibayangkan, andaikata para agamawan ini, dan segenap murid serta keturunannya, masih hidup serta senantiasa mengikuti perkembangan bayi Nabi Muhammad s.a.w. hingga pada usia-usia dewasa dan kenabian, tentu sejarah akan berbicara lain.
Memang, kasus-kasus wafatnya para agamawan setelah melihat tanda-tanda adanya kenabian, seperti yang terjadi pada orang tua itu, bukanlah yang pertama kali. Dalam rekaman sejarah, banyak sekali informasi yang membahasnya, bahkan sejak zaman sayyid Abdullah—ayahanda Nabi Muhammad s.a.w.—belum menikah dengan sayyidah Aminah, dan juga pada masa-masa dalam kandungan sayyidah Aminah. Hingga pada suatu waktu di kemudian hari, tepatnya 40 tahun setelah kelahiran nabi, sejarah juga kehilangan seorang agamawan-monotheis yang informasi spiritualnya sangat berharga bagi keberlangsungan keyakinan terhadap adanya nabi akhir zaman.
Dalam hadits yang diriwayatkan sayyidah ‘Aisyah r.a. disebutkan bahwa setelah mendapatkan wahyu, sayyidah Khadîjah r.a.—bersama nabi—mendatangi pamannya, Waraqah bin Naufal, untuk meminta advis atas apa yang baru saja terjadi pada nabi. Waraqah bin Naufal adalah seorang agamawan ahli kitab suci.
Setelah Nabi Muhammad s.a.w. menceritakan semua yang terjadi kepada beliau—di gua hira itu—langsung saja Waraqah terperanjat dan menjawabnya,”Itu adalah Namûs yang diturunkan Allah s.w.t. kepada Musa a.s. Ya Tuhan, semoga saja aku masih hidup ketika orang-orang mengusir nabi ini…”.
Waraqah tahu, bahwa yang menemui Nabi Muhammad s.a.w adalah Namûs, alias malaikat Jibril a.s., yang pernah menemui Nabi Musa a.s. dulu. Pengakuan Waraqah ini mirip dengan peristiwa yang terjadi beberapa tahun kemudian, saat Nabi Muhammad s.a.w. membacakan ayat al-Qur’an di hadapan jin, maka jin itu berkomentar, “Mereka berkata, ’Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (yaitu al-Qur'an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. [QS. 46:30].
Dan Waraqah tahu, bahwa yang ada di depannya saat itu adalah seorang nabi, yang di kemudian hari akan diusir oleh kaumnya sendiri dari tanah kelahirannya. Tapi, harapan Waraqah untuk menjadi saksi perilaku orang-orang terhadap Nabi Muhammad s.a.w. tidak kesampaian. Beberapa hari setelah itu, beliau wafat. Untuk ke sekian kalinya, Allah s.w.t memanggil hambanya yang bisa menjadi “saksi spritiual” atas kenabian Muhammad s.a.w. Tapi, itulah, Allah s.w.t tentu memiliki kehendak-kehendak tersendiri yang tidak pernah kita ketahui.
***
Dengan wafatnya beberapa agamawan yang menjadi saksi kebenaran kelahiran sang nabi, terputus pula informasi-informasi ini. Situasi informasi tentang nabi akhir zaman kembali ke titik nol. Namun inti berita yang ada dalam kitab-kitab tentang akan diutusnya nabi akhir zaman saat itu masih ada. Karena realitas teologis memang membutuhkannya. Hanya berita ini yang telah diketahui oleh para agamawan di berbagai tempat, sebagaimana berita akan kelahirannya. Dan mereka hanya bisa memegang keyakinannya, tanpa ada kemampuan untuk mencarinya, sebagaimana pendahulu-pendahulu mereka menemukan waktu saat-saat dilahirkannya Nabi Muhammad s.a.w. Nampaknya, agamawan yang baru membaca kitab-kitab suci itu lebih percaya bahwa nabi akhir zaman sudah benar-benar lahir di dunia ini.
Memang banyak ditemukan beberapa anak laki-laki yang memiliki nama Ahmad atau Muhammad pada masa pra kenabian. Menamakan Ahmad atau Muhammad karena orang tuanya sangat berharap anaknya menjadi nabi. Tetapi, para agamawan tentu sudah memiliki wasilah atau cara tersendiri untuk menentukan “validitas stempel” yang ada pada seorang nabi, apa lagi nabi akhir zaman. Maka, mereka tinggal menanti detik-detik kedatangan risalah dan deklarasi kenabian sang nabi akhir zaman itu.
***
Secara umum, bisa dikatakan bahwa kebanyakan para agamawan saat itu sudah mengetahui bahwa nabi akhir zaman akan diturunkan dari keluarga tertentu, dan di tempat tertentu. Ada saja yang mengetahui, atau setidaknya meyakini, bahwa nabi akhir zaman itu muncul dari keluarga Bani Hasyim, di daerah Mekkah, dan lain sebagainya. Ini misalnya terjadi kepada seorang pedagang dari Mekkah yang berjulukan Atîq, saat berdagang ke Yaman. Sebagai pedagang yang juga intelektual, kemana pun pergi beliau tidak lupa untuk berkunjung ke kalangan agamawan.
Saat beliau menemui seorang agamawan di Yaman, dan beliau ditanya tentang asal daerah serta dari keluarga apa, maka setelah mendapatkan jawaban, sang agamawan itu menyatakan, “Nanti akan ada nabi akhir zaman dari daerah kamu dan dari keluarga kamu”. Beliau—Atîq—percaya atas informasi yang disampaikan agamawan Yaman itu. Begitu sang nabi muncul dan mendakwahkan kembali ajaran-ajaran Tauhîd [monotheisme] yang hilang, dia –Atîq– pun segera bersaksi atas kebenaran ajaran itu. Beliau menjadi laki-laki pertama yang membenarkan risalah yang dibawa Nabi Muhammad s.a.w. Saat masuk Islam itu, beliau mengganti nama menjadi Abû Bakar, yang kelak menjadi sahabat utama sang nabi akhir zaman dan mendapatkan gelar Ash-Shiddîq, yang senantiasa membenarkan. Ini adalah jawaban atas pertanyaan, kenapa Abû Bakar r.a. selalu saja membenarkan kebenaran Muhammad.
***
Dalam al-Qur’an, Allah s.w.t. berfirman, “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?". Mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”. [QS. 3:81]
Para nabi berjanji kepada Allah s.w.t. bahwa bilamana datang seorang Rasul bernama Muhammad mereka akan iman kepadanya dan menolongnya. Perjanjian nabi-nabi ini mengikat pula para ummatnya. Namun, manusia selalu melakukan penentangan terhadap keputusan-keputusan Allah s.w.t. Para manusia itu ingkar, sebagaimana diceritakan dalam al-Qur’an, “Dan setelah datang kepada mereka Al Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka—maksudnya kedatangan Nabi Muhammad s.a.w. yang tersebut dalam Taurat dimana diterangkan sifat-sifatnya—, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la'nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.(QS. 2:89)
Itulah manusia yang sangat tidak beruntung dengan melakukan penolakan terhadap kenabian Muhammad s.a.w. Maka, sangat tepat jika Nabi Muhammad s.a.w. bersabda dalam hadits yang penulis nukil pada permulaan di atas. Bahwa orang yang menjadi saudara Nabi s.a.w. adalah orang yang tidak pernah melihat Nabi s.a.w. namun percaya akan kenabian dan selalu membenarkan sabda-sabda beliau. Orang-orang yang tidak pernah bertemu dengan Nabi s.a.w. tapi selalu membenarkan beliau itulah yang merupakan orang-orang paling utama di antara orang-orang beriman. Ya Allah, tetapkanlah kami untuk selalu beriman kepada-Mu dan kepada Nabi-Mu.
Âmîn.

Pertolongan Allah

Berbagai musibah selalu menimpa umat Islam di mana-mana. Menyaksikan kenyataan ini kita selalu bertanya-tanya kapan pertolongan Allah akan turun? Doa demi doa kita panjatkan. Siang dan malam kita minta kepadaNya agar dilepaskan dari kedzaliman, kesengsaraan, kerusakan moral dan berbagai krisis yang menyedihkan. Namun semakin hari musibah ini kian bertambah.
Saudaraku, Berbagai musibah selalu menimpa umat Islam di mana-mana. Menyaksikan kenyataan ini kita selalu bertanya-tanya kapan pertolongan Allah akan turun? Doa demi doa kita panjatkan. Siang dan malam kita minta kepadaNya agar dilepaskan dari kedzaliman, kesengsaraan, kerusakan moral dan berbagai krisis yang menyedihkan.
Namun semakin hari musibah ini kian bertambah. Bila iman kita lemah, tentu kenyataan ini akan melahirkan tindakan yang merusak kayakinan kita, pada gilirannya akan menyebabkan kesengsaraan yang lebih besar. Tapi bila kita tetap menyadarai bahwa semua proses ini adalah semata ujian, kita akan menemukan ketabahan, pada gilirannya ketakwaan dan keimanan kita akan bertambah, dan dari sini kemenangan akan kita capai. Kemenangan, dimanakah bisa didapat? Kemenangan akan di dapat dalam pertolongan Allah.
Untuk mencapai pertolonganNya, Allah di dalam Al-Qur'an telah meletakkan beberapa resep antara lain :
Pertama, pertolongan Allah akan turun, bila iman kita kuat, tahan uji, tidak tergoyahkan oleh godaan apapun. Bila diperdengarkan nama Allah, hati kita bergetar, dan bila dibacakan ayat-ayatNya iman kita bertambah. Akhlak kita benar-benar mencermikan keimanan tersebut, tidak mudah mengabaikan ajaran Allah. Barang-barang haram kita hindari. Apapun kesulitan hidup yang harus kita hadapi, kita tetap sabar, dengan ketaatan kepada Allah. Simaklah janji Allah bagi mereka yang imannya kuat " dan adalah kewajiban Kami untuk menolong orang-orang yang beriman " ( QS:30:47 ).
Di sini jelas sekali bahwa orang-orang mukmin yang dimaksudkan adalah mereka yang sungguh-sungguh jujur mentaati perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Kedua, Allah berjanji untuk menolong hamba-hambaNya yang bertakwa, menegakkan shalat dan membayar zakat, berjuang menegakkan ajaranNya di bumi. Allah berfirman : " ketahuilah bahwa bersama orang-orang yang bertkwa "(QS:9:123).
FirmanNya lagi : " Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang enolong agamaNya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa ". (QS:22: 40 ). Ketiga, Allah akan menolong mereka yang sabar menjalani jihad, tidak kenal lelah, dan tidak pernah putus asa. Dalam ( QS:3: 200)
Allah berfriman : "Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah, kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (diperbatasan negerimu) dan bertakwalah kapada Allah, supaya kamu beruntung".
Keempat, persaudaraan yang kuat, persatuan hati di antara kita, kokohnya kebersamaan, tidak adanya permusuhan dan saling menjatuhkan, merupakan juga salah satu sebab turunnya pertolongan Allah. Allah berfirman " Dan taatlah kepada Allah dan RasulNya, dan janganlah kamu bertengkar di antara kalian, karena itu akan menyebabkan kegagalan dan hilangnya kekuatan kalian, maka bersabarlah, sungguh Allah beserta orang-orang yang sabar " (QS:8:46).
Kelima, Kebersihan hati dari niatan riya', ikhlas semata kepada Allah dalam segala perbuatan adalah kunci datangnya pertolongan Allah. Bila berbuat baik kepada orang lain, selalu hanya menhrapakan pahala Allah dan ridhaNya, tidak perduli apakah orang itu mau mengucapkan terima kasih atau tidak. Bila membantu si lemah, tidak ada dihatinya keinginan agar dibilang dermawan. Bila tampil di majlis ilmu tidak ada keinginan agar dibilang paling saleh dan paling alim. Allah tidak akan menolong mereka yang hatinya dipenuhi niatan riya', sebab yang demikian berarti penuhanan terhadap manusia, karena lebih mengutamakan pujian manusia dari pada pujian Allah.
Allah berfirman : " Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud ria' " (QS:8: 47). Ingatlah, bahwa kemenangan itu hanya di tangan Allah " wamannashru illaa min 'indillah " ( QS:3:126 ).

Pemimpin yang Adil

Lihatlah, suatu hari Usamah bin Zaid, ra., datang kepada Rasulullah SAW untuk membantu membebaskan atau meringankan hukuman bagi seorang wanita Bani Makhzum yang telah melakukan pencurian. Rasulullah SAW melihat sikap Usamah seketika marah, seraya bersabada : " Kau (wahai Usamah) akan membebaskan seseorang dari hukum yang telah Allah tentukan?! Melihat kejadian itu Rasulullah segera berdiri di depan khalayak, dan bersabda : "Sungguh orang-orang terdahulu sebelum kelain dihancurkan ( oleh Allah ) karena bila pemuka mereka mencuri dibebaskan dari hukum, dan bila orang-orang lemah yang mencuri ditimpakanlah kepada mereka hukuman. Demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad melakukan pencurian, niscaya akan saya potong tangannya ".
Ketika ditanya bagaimana akhlak Rasulullah SAW, Aisyah binti Abu Bakar ra, istri Rasulullah yang paling muda menjawab : "akhlaknya Al Qur'an". Benar, akhlak Rasulullah merupakan cerminan Al-Qur'an. Simaklah Allah berfirman :"Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an agar kemu menerangkan kepada umatmanusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan" (QS.16:44). Maksud keterangan dalam ayat ini bukan hanya yangdiucapkan, melainkan semua sikap dan tindakan Rasulullah merupakan terjemahan hidup, dari kandungan Al-Qur'an. Bila kita ingin memahami Al-Qur'an mari kita baca sirahnya, kita ikuti akhlaknya, kita akan mengerti hakikat yang diajarkan Al Qur'an.
Bila kita kebingungan mencari idola hidup,Rasulullah SAW adalah idola yang paling pantas dalam setiap zaman. Tidak adasedikitpun dari kepribadiannya yang tidak baik. Semua sisi dari prilakunya merupakan cerminan kebaikan. Allah berfriman : "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatagan) hari kiamat dan dia banyakmenyebut Allah (QS.33:21).
Bila kita ingin tahu bagaimana maksud ayat (QS.4:135, QS.5:8) yang menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan sebagai bukti ketaatan dan ketakwa kapada Allah SWT., kita lihat bagaimana Rasulullah bertindak adil di antara istri-istrinya, di antara sahabat-sahabatnya dan dalam kepemimpinannya.
Pernahkah kita membaca bahwa Rasulullah bermain kolusi dengan sahabat-sahabat dekatnya? Mendahlukan kepentigan pribadinya atau keluarganya? Memanfaatkan kedudukannya untuk menumpuk kekayaan? Kekuasaan tidak membuat Rasulullah sombong. Karena ia mengerti bahwa itu semata alat untuk menegakkan ajaran Allah. Prinsip Syura benar-benar Rasulullah junjung tinggi. Bila syura menentukan suatu keputusan, Rasulullah segera tunduk terhadap keputusan itu, sekalipun ia mempunyai pendapat pribadi. Dalam keputusan perang Uhud misalnya, Rasulullah SAW mengikuti keputusan syura untuk menghadapi kaum kafir Quraisy di Luar kota Madinah, padahal ia mempunyai pendapat untuk menghadapinya di dalam kota.
Bahkan Rasulullah tidak sama sekali segan untuk meminta pendapat dari seorang istrinya sekalipun dakam hal besar yang berkaitan dengan urusan negara. Di dalam diri Rasulullah tergambar cerminan kehambaan sejati kepada Allah. Sekecil apapun dari perilaku kepemimpinannya adalah dalam rangka mentaati printah Allah yang Maha Mengetahui. Dan dalam kesadaran bahwa kelak di hari Kiamat ia akan mepertanggung jawabkan semuanya itu di depan Allah. Karenanya bagi Rasulullah tidak ada bedanya sahabat dekat, keluarga atau orang lain, semuanya sama di depan hukum, jika melanggar harus mendapatkan perlakuan sebagaimana mestinya. L
ihatlah, suatu hari Usamah bin Zaid, ra., datang kepada Rasulullah SAW untuk membantu membebaskan atau meringankan hukuman bagi seorang wanita Bani Makhzum yang telah melakukan pencurian. Rasulullah SAW melihat sikap Usamah seketika marah, seraya bersabada : " Kau (wahai Usamah) akan membebaskan seseorang dari hukum yang telah Allah tentukan?! Melihat kejadian itu Rasulullah segera berdiri di depan khalayak, dan bersabda : "Sungguh orang-orang terdahulu sebelum kelain dihancurkan ( oleh Allah ) karena bila pemuka mereka mencuri dibebaskan dari hukum, dan bila orang-orang lemah yang mencuri ditimpakanlah kepada mereka hukuman. Demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad melakukan pencurian, niscaya akan saya potong tangannya ".

Takhalli, Tahalli, dan Tajalli

Manusia dilengkapi oleh Allah dua hal pokok, yaitu jasmani dan rohani. Dua hal ini memiliki keperluan masing-masing. Jasmani membutuhkan makan, minum, pelampiasan syahwat, keindahan, pakaian, perhiasan-perhiasan dan kemasyhuran. Rohani, pada sisi lain, membutuhkan kedamaian, ketenteraman, kasih-sayang dan cinta. Para sufi menegaskan bahwa hakekat sesungguhnya manusia adalah rohaninya. Ia adalah muara segala kebajikan. Kebahagiaan badani sangat tergantung pada kebahagiaan rohani. Sedang, kebahagiaan rohani tidak terikat pada wujud luar jasmani manusia. Sebagai inti hidup, rohani harus ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi. Semakin tinggi rohani diletakkan, kedudukan manusia akan semakin agung. Jika rohani berada pada tempat rendah, hina pulalah hidup manusia. Fitrah rohani adalah kemuliaan, jasmani pada kerendahan. Badan yang tidak memiliki rohani tinggi, akan selalu menuntut pemenuhan kebutuhan-kebutuhan rendah hewani. Rohani hendaknya dibebaskan dari ikatan keinginan hewani, yaitu kecintaan pada pemenuhan syahwat dan keduniaan. Hati manusia yang terpenuhi dengan cinta pada dunia, akan melahirkan kegelisahan dan kebimbangan yang tidak berujung. Hati adalah cerminan ruh. Kebutuhan ruh akan cinta bukan untuk dipenuhi dengan kesibukan pada dunia. Ia harus bersih.
Dalam rangkaian metode pembersihan hati, para sufi menetapkan dengan tiga tahap : Takhalli, Tahalli, dan Tajalli. Takhalli, sebagai tahap pertama dalam mengurus hati, adalah membersihkan hati dari keterikatan pada dunia. Hati, sebagai langkah pertama, harus dikosongkan. Ia disyaratkan terbebas dari kecintaan terhadap dunia, anak, istri, harta dan segala keinginan duniawi.
Dunia dan isinya, oleh para sufi, dipandang rendah. Ia bukan hakekat tujuan manusia. Manakala kita meninggalkan dunia ini, harta akan sirna dan lenyap. Hati yang sibuk pada dunia, saat ditinggalkannya, akan dihinggapi kesedihan, kekecewaan, kepedihan dan penderitaan. Untuk melepaskan diri dari segala bentuk kesedihan, lanjut para saleh sufi, seorang manusia harus terlebih dulu melepaskan hatinya dari kecintaan pada dunia.
Tahalli, sebagai tahap kedua berikutnya, adalah upaya pengisian hati yang telah dikosongkan dengan isi yang lain, yaitu Allah (swt). Pada tahap ini, hati harus selalu disibukkan dengan dzikir dan mengingat Allah. Dengan mengingat Allah, melepas selain-Nya, akan mendatangkan kedamaian. Tidak ada yang ditakutkan selain lepasnya Allah dari dalam hatinya. Hilangnya dunia, bagi hati yang telah tahalli, tidak akan mengecewakan. Waktunya sibuk hanya untuk Allah, bersenandung dalam dzikir. Pada saat tahalli, lantaran kesibukan dengan mengingat dan berdzikir kepada Allah dalam hatinya, anggota tubuh lainnya tergerak dengan sendirinya ikut bersenandung dzikir. Lidahnya basah dengan lafadz kebesaran Allah yang tidak henti-hentinya didengungkan setiap saat. Tangannya berdzikir untuk kebesaran Tuhannya dalam berbuat. Begitu pula, mata, kaki, dan anggota tubuh yang lain. Pada tahap ini, hati akan merasai ketenangan. Kegelisahannya bukan lagi pada dunia yang menipu. Kesedihannya bukan pada anak dan istri yang tidak akan menyertai kita saat maut menjemput. Kepedihannya bukan pada syahwat badani yang seringkali memperosokkan pada kebinatangan. Tapi hanya kepada Allah. Hatinya sedih jika tidak mengingat Allah dalam setiap detik.
Setelah tahap â€کpengosongan’ dan â€کpengisian’, sebagai tahap ketiga adalah Tajalli. Yaitu, tahapan dimana kebahagian sejati telah datang. Ia lenyap dalam wilayah Jalla Jalaluh, Allah subhanahu wata’ala. Ia lebur bersama Allah dalam kenikmatan yang tidak bisa dilukiskan. Ia bahagia dalam keridho’an-Nya. Pada tahap ini, para sufi menyebutnya sebagai ma’rifah, orang yang sempurna sebagai manusia luhur.
Syekh Abdul Qadir Jaelani menyebutnya sebagai insan kamil, manusia sempurna. Ia bukan lagi hewan, tapi seorang malaikat yang berbadan manusia. Rohaninya telah mencapai ketinggian kebahagiaan. Tradisi sufi menyebut orang yang telah masuk pada tahap ketiga ini sebagai waliyullah, kekasih Allah. Orang-orang yang telah memasuki tahapan Tajalli ini, ia telah mencapai derajat tertinggi kerohanian manusia. Derajat ini pernah dilalui oleh Hasan Basri, Imam Junaidi al-Baghdadi, Sirri Singkiti, Imam Ghazali, Rabiah al-Adawiyyah, Ma’ruf al-Karkhi, Imam Qusyairi, Ibrahim Ad-ham, Abu Nasr Sarraj, Abu Bakar Kalabadhi, Abu Talib Makki, Sayyid Ali Hujweri, Syekh Abdul Qadir Jaelani, dan lain sebagainya. Tahap inilah hakekat hidup dapat ditemui, yaitu kebahagiaan sejati.
Wallahu a’lam
Rizqon Khamami.

CINTA ALLAH KEPADA MANUSIA

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. al-Imran [3]: 31)
Segala sesuatu yang tampak di sekeliling kita, di muka bumi dan di seluruh jagat raya adalah bukti kebesaran Allah SWT. Kebesaran Allah juga tampak dari ciptaanNya yang tak terhitung jumlahnya, bahkan dengan bantuan alat canggih sekalipun. Banyak jenis makhluk di bumi yang sampai saat ini masih belum banyak diketahui oleh para ilmuwan. Maka, sampai hari akhir nanti pun tidak akan ada yang mampu menyamai kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Kebesaran Allah SWT bisa kita rasakan juga dari berbagai nikmat yang dapat kita dapatkan. Udara yang kita hirup, umur panjang, kesempatan hidup, dan lebih utama lagi kekuatan Islam dan iman yang tetap tertanam dalam dada, adalah sedikit dari sekian banyak nikmat tersebut. Dan nikmat apa saja yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah datangnya (QS. an-Nahl [16]: 53).
Allah SWT senantisa menebarkan rizki di bumi dengan tiada henti. Dia memberi nikmat kepada siapa saja yang dikehendakiNya, baik kepada orang yang mengabdi kepadaNya maupun yang ingkar dariNya. Segala nikmat itu adalah bentuk cinta, kasih dan sayang Allah kepada manusia. Betapa besarnya bentuk cinta Allah swt kepada manusia, segala apa yang diciptakanNya di dunia ini semuanya memberikan manfaat tanpa ada yang sia-sia. Kecintaan Allah SWT semuanya demi kepentingan kehidupan, tanpa mengharapkan balasan sedikitpun dari manusia. Begitulah cinta Allah SWT, yang tidak dilandasi oleh imbalan, karena meskipun tanpa cinta atau balasan dari manusia, bahkan ibadah manusia, Allah SWT tetap maha Besar, maha Kuasa, maha Agung, dan maha Penguasa. Jangan pernah berpikir bahwa apa yang diperintahkanNya dan apa yang menjadi laranganNya – yang semuanya harus dijalankan itu – adalah bentuk pamrih Allah SWT atas nikmat dan cintanya. Hal mendasar yang patut kita sadari bahwa apa yang diinginkan Allah SWT untuk manusia jalankan semuanya merupakan hal-hal positif yang memberikan manfaat bagi manusia. Begitupula segala larangan yang Dia perintahkan untuk dijauhi, adalah hal-hal yang mendatangkan keburukan dan ketidakseimbangan.
Salah satu bentuk kecintaan Allah SWT kepada manusia yang amat besar, adalah diutusnya Rasulullah SAW sebagai teladan manusia, yang menuntun semua manusia menuju jalan yang lurus. Ia datang dengan membawa cahaya kurang lebih 15 abad yang lalu. Ia diutus untuk menyampaikan risalah suci, mengeluarkan manusia dari lembah kenistaan menuju istana abadi melalui ilmu dan akhlak.
Maka semenjak diutus, beliau secara seksama penuh kesabaran yang tiada tara telah menggembleng manusia dengan perbaikan-perbaikan moral. Allah SWT berfirman: Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat rasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas-kasihan lagi penyayangterhadaporang-orangmukmin (Q.S. al-Taubah [9]: 128). Nabi Muhammad SAW, Rasul yang telah diutus dari bani Adam kepada segenap bani Adam untuk mengajarkan apa yang sepantasnya dilakukan oleh bani Adam dalam kehidupan. Beliau adalah model dari manusia sempurna. Standar percontohan manusia kamil yang kepada beliau lah manusia berkaca jika ingin mengukur kualifikasi kemanusiaannya. Tidak mengherankan jika Nabi Muhammad SAW dipilih menjadi Rasul dengan tingginya akhlak dan budi beliau. Dalam menjalankan tugasnya sebagai rasul, yang inginkan tiada lain hanyalah keselamatan umat. Beliau senantiasa berdakwah dengan penuh kasih sayang dan kelembutan rasa. Beliau tentu juga tahu bahwa cinta Allah, baik kepada beliau sendiri maupun seluruh umat manusia, telah mengalir dalam darah beliau. Jadi apapun yang beliau lakukan adalah hikmah dan apapun yang beliau ucapkan adalah wahyu. Semua itu adalah untuk kebaikan manusia.
Meski cinta Allah sama sekali tanpa pamrih, alangkah tidak pantas jika kita tidak membalas cinta kepadaNya. Bukan berarti balas budi kita atas cinta yang Allah berikan, lebih dari itu. Jika kita mencintai Allah, hidup kita tentu akan lebih bahagia. Kita akan selalu dekat dengan Allah. Ketika kita dekat denganNya, hidup kita tentu akan penuh dengan kemudahan, hikmah dan berkah.
Rasulullah SAW bersabda: “Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapatiNya dihadapanmu. Kenalilah Allah saat senang, niscaya Dia akan mengenalimu di saat susah. Bila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah, dan bila kamu minta tolong,maka minta tolonglah kepada Allah” (H.R. Ahmad).
Hal yang paling lezat di dunia ini adalah cinta kepada Allah SWT. Hal yang paling baik di surga adalah melihat wajah Allah SWT. Kitab yang paling bermanfaat adalah Kitabullah (Alqur’an). Dan sebaik-baik makhluk adalah Rasulullah SAW.
Jelaslah bentuk cinta Allah SWT kepada manusia. Siapa saja yang mensucikan jiwanya dengan takwa, membersihkan pikirannya dengan iman, dan menghias akhlaknya dengan kebaikan, niscaya dia akan mampu menggapai kecintaan Allah SWT, sekaligus kecintaan manusia. Usaha yang besar harus kita lakukan untuk bisa menumbuhkan rasa cinta kepada Allah SWT, melebihi kecintaan kita kepada lainnya. Hindarilah rasa cinta yang berlebihan dan yang diharamkan sebab itu adalah siksaan bagi ruh dan penyakit buat hati. Mohonlah pertolongan kepada Allah dengan doa, dzikir, dan ketaatan kepadaNya, agar Dia memberi kebahagian yang tak tara nilainya. Beribadah juga adalah jalan yang indah untuk menggapai ridha dan cinta Allah SWT, karena ibadah akan menjauhkan jiwa dari hal-hal yang dapat melunturkan rasa cinta kita kepada Allah. Sesungguhnya amal yang baik lagi terus berbuah akan memerdekakan jiwa dari pikiran-pikiran buruk dan ide-ide penuh dosa yang datang secara tiba-tiba, serta kecenderungan yang diharamkan.
Bersabar hati atas ujian dan cobaan yang yang Allah berikan, akan membuktikan kualitas kecintaan kita kepadaNya. Sabda Rasulullah SAW: “Sungguh ajaib urusan seorang mukmin. Sesungguhnya urusannya adalah kebaikan. Dan itu tidak terjadi pada diri seseorang kecuali seorang mukmin. Jika ia ditimpa kesenangan, dia akan bersyukur. Maka syukur itu kebaikan baginya. Dan jika ditimpah musibah, maka dia bersabar, maka bersabar itu kebaikan baginya” (H.R. Muslim).
Kecintaan kepada Allah dapat juga kita wujudkan melalui kecintaan kita kepada sesama manusia, jika kita melandasi cinta kita dengan mengharapkan ridha Allah. Mendapatkan cinta Allah merupakan tujuan hidup utama yang harus digapai. Kita layak menyandangnya jika kita menpunyai tujuan hidup mencintai dan dekat dengan Allah dan menjalankan Islam secara utuh menyeluruh. Pada akhirnya, bertawakallah kepada Allah, serahkan semua urusan kepadaNya, ridhalah dengan ketentuanNya, berlindunglah kepadaNya, bersandarlah kepadaNya dan cintalah kepadaNya selalu, karena Dia akan memberi kecukupan, dan akan mempermudah dari segala hal di dunia dan kelak di akhirat.
Wallahu a’lam.


cara meraih cintanya ALLAH S.W.T.

Setiap muslim pasti bercita-cita untuk mendapatkan cinta Allah. Sebab bila kita sudah menjadi kekasih-Nya, seluruh kebaikan duniawi dan ukhrawi bisa kita gapai dengan mudah. Persoalannya, bagaimana agar cita-cita tersebut menjadi kenyataan? Sesungguhnya banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menggapai cinta-Nya, namun karena keterbatasan lahan, saya akan membahas yang pokoknya saja.

http://photos-b.ak.fbcdn.net/photos-ak-snc1/v4408/41/48/1669316176/a1669316176_87057_4554026.jpgPertama, membaca, memahami, dan mengamalkan Al Qur’an. Cara ini akan melahirkan cinta dan kerinduan kepada-Nya, syukur dan sabar, tawadhu (rendah hati) dan khusyu, serta seluruh sifat yang bisa mengantarkan pada cinta dan ridha-Nya. (Ibnu Rajab, Ikhtiyaar Al-Uula, hal 114)

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami (Allah) turunkan kepadamu, yang didalamnya penuh berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapatkan pelajaran orang-orang yang mau menggunakan akalnya”. (Q.S. Shaad 38:29).

Al Qur’an adalah kitab suci yang harus difahami, bukan sekedar dibaca. Fakta menunjukkan, banyak yang rajin membaca Al Qur’an tapi tidak faham isinya, sehingga tidak bersemangat untuk mengamalkannya. Untuk itu, biasakan juga membaca terjemahannya untuk membantu pemahaman.

Pengalaman menunjukkan, awalnya memang agak susah mencerna maksud terjemahan Qur’an, namun kalau kita sering membacanya, lama kelamaan akan mudah memahaminya. Sebenarnya ini berlaku untuk semua ilmu, kalau kita tidak pernah membaca buku-buku psikologi misalnya, akan susah mencerna isinya, tapi kalau sudah sering, insya Allah kesulitan ini bisa diatasi. Saat membaca Al Qur’an, para sahabat mengutamakan pemahaman dan implemantasi/pengamalan. Ibnu Abbas r.a. berkata, “Kebiasaan kami, jika mempelajari sepuluh ayat Al Qur’an, kami tidak akan melampauinya sebelum kami memahami secara benar maknanya dan mengamalkannya”. (HR. Athabari dalam tafsirnya dengan sanad yang shahih).

Sementara kita, lebih mengutamakan khatam (tamat) ketimbang faham. Alangkah indahnya kalau kita sering khatam dan faham serta implementatif. Setelah faham, langsung diaplikasikan dalam kehidupan.

Anas r.a. mengatakan, “Abu Thalhah r.a. --seorang shahabat dari kaum Anshar di Madinah-- adalah orang yang banyak hartanya, di antara harta yang paling disenanginya adalah kebun kurma yang menghadap ke mesjid, bahkan Rasulullah saw. pun pernah singgah di kebun itu. Ketika turun firman Allah yang berbunyi: “Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan sebelum kamu menafkahkan sebagian dari harta yang kamu cintai” (QS. Ali Imran 3:92),

Abu Thalhah bergegas menemui Rasulullah saw seraya berkata, “Ya Rasulullah, sungguh aku telah faham ayat itu, maka harta yang paling aku cintai adalah kebun kurma yang menghadap ke mesjid. Untuk itu saksikanlah, demi Allah aku sedekahkan kebun itu untuk mendapatkan pahala di sisi-Nya. Maka silakan Ya Rasulullah bagikan sebagaimana Allah telah mengajarkannya kepadamu.” (H.R. Bukhari-Muslim).

Kalau kita bagaimana?

Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunah setelah melaksanakan yang wajib. (Ibnul Qayyim, Madaarijus Saalikiin, jilid 3, hal. 13)

Abu Hurairah r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “. . . Tidak ada amalan yang paling Aku cintai dari hamba-Ku kecuali apa yang telah diwajibkan kepadanya. Dan Aku mencintai hamba-Ku yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunah . . .” (H.R. Bukhari).

Menurut riwayat ini, ada dua hal yang menyebabkan Allah mencintai kita.
- Pertama, konsisten melaksanakan ibadah-ibadah fardu/wajib, seperti shalat lima waktu, shaum Ramadhan, zakat, haji kalau sudah mampu, dll.
- Kedua, melaksanakan amalan-amalan sunah, seperti shalat rawatib, tahajud, dhuha, shaum senin-kamis, dll. Ibadah-ibadah ini akan menjadi pupuk bagi hati kita sehingga tetap hidup dan subur. Allah swt. akan merespon taqarrub (pendekatan diri) kita dua kali lipat dari apa yang kita lakukan.
Rasulullah saw. pernah bersabda melalui hadits qudsinya, Allah swt. berfirman: “Jika ia (manusia) bertaqarrub kepada-Ku satu jengkal, Aku akan mendekat kepadanya satu hasta. Jika ia bertaqarrub kepada-Ku satu hasta, Aku mendekat kepada-Nya satu depa. Dan apabila ia mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku mendatanginya dengan berlari.” (H.R.Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Jadi, kalau kita memberi satu cinta kepada Allah, Dia akan memberi dua cinta kepada kita. Kalau kita memberi tiga cinta, maka Allah akan memberi empat cinta, demikian seterusnya. Karena itu, dekatkanlah diri kepada-Nya dengan ibadah-ibadah sunah setelah kita melaksanakan yang wajib, pasti Dia akan mencintai kita.

Ketiga, memperbanyak dzikir, baik dengan lisan ataupun perbuatan. Allah swt. memerintahkan untuk memperbanyak dzikir dalam setiap kesempatan, “Dan dzikirlah (ingatlah) Allah sebanyak-banyaknya, supaya kamu beruntung.” (Q.S. Al Jumu’ah 62:10).
Ada dua macam dzikir, muqayyad dan muthlaq.

- Dzikir Muqayyad adalah dzikir yang jenis dan jumlahnya telah ditetapkan Rasulullah saw. seperti dzikir setelah shalat fardhu (wajib) membaca Subhanallah, Alhamdulillah, dan Allahu Akbar masing-masing 33 kali. Karena Rasulullah telah menetapkan jenis dan jumlahnya, kita tidak boleh menambahi atau menguranginya.

- Dzikir muthlaq adalah dzikir yang jenis dan jumlahnya tidak ditetapkan oleh Rasulullah saw., namun disesuaikan pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Misalnya saat menghadapi ujian kita agak gelisah, nah kita bisa berdzikir apa saja sesuai kemauan, bisa baca astaghfirullah, subhanallah, alhamdulillah, dll. Jumlahnya pun terserah kita, berapa saja boleh. Allah swt. akan mencintai hamba-Nya yang selalu menyertakan dzikir dalam seluruh aktifitas kesehariannya. Mendapat kebahagiaan mengucapkan alhamdulillah, tertimpa musibah mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi raaji’un, melihat kemaksiatan mengucapkan astaghfirullah, memulai perbuatan baik mengucapkan bismillah, melihat sesuatu yang mengagumkan mengucapkan subhanallah, dll. Ini indikator bahwa kita selalu mengingat-Nya, sehingga Allah swt. pun akan mengingat kita.

“Karena itu, ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengingat pula kepadamu. Dan bersyukurlah kepada-Ku, serta janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku (Q.S. Al Baqarah 2:152).

Allah swt. akan menyertai orang-orang yang selalu berdzikir kepada-Nya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits qudsi, “Aku adalah menurut persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Dan Aku bersamanya ketika ia menyebut-Ku. Jika ia menyebut-Ku dalam dirinya, maka Aku menyebutnya dalam diri-Ku. Ketika ia menyebut-Ku ditengah-tengah sekelompok orang, maka Aku menyebutnya ditengah-tengah kelompok yang lebih baik dari mereka (kelompok malaikat).” (H.R.Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Dalam riwayat lain disebutkan, “Sesungguhnya Allah swt. berfirman: Aku bersama hamba-Ku selama ia mengingat-Ku, dan selama kedua bibirnya masih bergerak menyebut nama-Ku.”(H.R. Ahmad, Bukhari, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Al Hakim )

http://photos-c.ak.fbcdn.net/photos-ak-snc1/v4408/41/48/1669316176/n1669316176_87058_378685.jpg

Dzikir jangan diartikan sempit (sekedar dengan lisan), tapi juga harus tercermin dalam perbuatan. Kalau kita berbisnis, bekerja, belajar, dll. dengan berpegang teguh pada nilai-nilai kebanaran dan kejujuran, ini juga disebut dzikir. Allah swt. menyebutkan ciri-ciri orang yang dincintai-Nya, “Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dalam keadaan berbaring…” (QS. Ali Imran 3: 191).

Ini yang dimaksud dzikir dalam perbuatan atau aktifitas. Apabila ketiga hal di atas dilaksanakan, yakni memahami Qur’an, meningkatkan amaliah wajib dan sunah, serta selalu dzikir dengan ucapan dan perbuatan, insya Allah kita akan menjadi kekasih-Nya, dan kita akan rindu bertemu dengan-Nya, “Barangsiapa yang mendambakan bertemu dengan Allah, Allah pun mendambakan bertemu dengannya. Dan barangsiapa yang benci bertemu dengan Allah, Allah pun akan merasa benci bertemu dengannya.” (HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi, Ad-Darimi, dan Nasa’i).

Realisasikan cinta dan rindu kita kepada-Nya dengan cara mengerjakan apa yang Allah cintai, meskipun diri kita sangat membenci dan menolak perbuatan tersebut, serta tinggalkan apa yang Allah benci, meski sebenarnya kita sangat mencintai dan menginginkannya. Semoga kita diberi kekuatan untuk bisa meraih cinta-Nya. Amiin.

Wallahu A’lam.

5 bahasa kasih


Tips ini membuat saya dan hubungan dengan keluarga dan orang-orang dilingkunagan saya mudah, dan saya berterima kasih karena lewat BetterEagle saya mengetahuinya dengan langsung “PRAKTEK”….

Semoga bermanfaat untuk Anda..
Apakah anda pernah mencintai seseorang di dalam hidup anda ?.
Saya yakin, semua dari anda pernah mencintai seseorang, apakah itu orang tua anda, anak anda, saudara anda, kekasih anda, istri / suami anda, dan sebagainya. Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah, apakah orang yang anda cintai tersebut TAHU kalau anda mencintai mereka ?
Banyak orang tua kaya yang sibuk sering memberikan uang kepada anak-anaknya dan berharap anaknya tahu bahwa uang tersebut sebagai tanda cinta mereka. Padahal mungkin sang anak lebih berharap orang tuanya mempunyai waktu untuk berbincang-bincang dengannya.
Jika hal ini terjadi pada anda, dimana orang yang anda cintai malah berpersepsi berbeda dari yang anda harapkan, berarti anda tidak tahu secara tepat apa bahasa kasih dari orang yang anda cintai tersebut. Gary Chapman dalam salah satu bukunya pernah mengatakan bahwa untuk berkomunikasi dengan orang yang kita cintai, ada 5 bahasa kasih yang bisa kita gunakan sesuai dengan keinginan dari orang tersebut.
Kelima bahasa kasih tersebut adalah :
1. KATA-KATA
Kata-kata berupa pujian, motivasi, harapan dan penghargaan kepada orang yang dicintai merupakan suatu penghubung yang kuat yang bisa terus merekatkan hubungan anda. Lakukan pujian secara tulus berdasarkan apa yang ada di dalam hati anda, bukan hanya sekedar untuk membuat mereka senang. Sebisa mungkin bicarakan hal-hal yang positif saja dengan orang yang anda cintai. Hindari kata-kata yang malah bisa menyebabkan suatu perselisihan atau konflik.
2. SENTUHAN
Sentuhan fisik seperti merangkul, membelai, menepuk punggung dan lengan, ataupun sekedar bergandengan tangan, secara emosional dapat meningkatkan kualitas hubungan cinta anda. Seorang anak yang mendapat prestasi bagus di sekolah misalnya, selain dipuji juga ditepuk punggungnya oleh orang tuanya, akan merasakan kesenangan yang berlipat ganda, karena dia merasakan kasih tersebut lewat hati (pujian) dan fisik (tepukan).
3. PEMBERIAN/HADIAH
Bahasa kasih ini adalah yang paling sering kita gunakan untuk menunjukkan kasih kita kepada orang lain. Namun kita seringkali membatasi pemberian ini hanya pada moment khusus saja, seperti ulang tahun, hari perkawinan, atau hari-2 besar keagamaan. Padahal, sebenarnya kita dapat melakukan pemberian ini kapan saja dan dimana saja.
4. WAKTU
Berapa banyak waktu yang anda gunakan untuk mendengarkan dan bersama-sama dengan orang yang anda cintai ? Waktu yang dimaksud disini bukan berarti hanya waktu liburan, tapi WAKTU YANG BERKUALITAS , yaitu waktu dimana orang yang anda cintai membutuhkan kehadiran anda secara fisik hadir di depannya.
Bagi seorang anak kecil, mungkin waktu yang berkualitas bagi dia adalah waktu sore hari, dimana dia membutuhkan kehadiran anda, agar dia bisa menceritakan bagaimana serunya tadi dia bermain di sekolah. Bagi seorang suami, waktu yang berkualitas mungkin selepas makan malam, dimana dia berharap sang istri mau menemaninya berbincang-bincang tentang kondisi bisnisnya, tentang bagaimana membangun masa depan keluarga mereka.
Apakah anda sebagai istri misalnya, BISA dan MAU menyediakan waktu tersebut, ataukah tayangan sinetron lebih menarik perhatian anda, dan membiarkan suami anda bersantai sendiri sambil membaca koran ? Dan bagi anda sang suami, apakah anda MASIH MEMPUNYAI WAKTU mengantar istri anda berbelanja, atau anda lebih suka mengutak-atik mobil anda dan membiarkan istri anda pergi sendiri ?
5. PELAYANAN
Bahasa kasih ini adalah yang paling menonjol diantara yang lain, karena anda mau melakukan suatu tindakan bagi orang lain sebagai tanda cinta anda. Banyak orang yang salah mengartikan kata pelayanan disini, menganggap kita harus melakukan sesuatu 100 % bagi orang lain.
Padahal kata pelayanan disini artinya kita mau membantu orang yang kita cintai melakukan suatu tindakan yang sebelumnya tidak kita lakukan. Mungkin para suami bisa dengan membantu istri untuk memasak dan menyiapkan makan di dapur. Atau para istri bisa membantu suaminya untuk mencuci mobil. Hal-2 kecil seperti ini bisa membantu anda untuk mempererat tali kasih anda berdua.
Bagaimana dengan anda hari ini, sudahkah anda menggunakan seluruh bahasa kasih tersebut untuk mengungkapkan perasaan anda kepada orang-2 yang anda cintai ? Lakukan yang terbaik dan dapatkan manfaatnya.

sajian khusus bulan suci ramadhan


Ramadhan (amrah5774.wordpress.com)
Ramadhan (amrah5774.wordpress.com)
Ini adalah halaman spesial sajian khusus bulan suci Ramadhan. Halaman ini berisi artikel-artikel dan berita-berita terkait dengan bulan Ramadhan yang pernah ditulis oleh para asatidz dan di muat di situs Dakwatuna.com. Untuk memudahkan, kami membaginya menjadi 4 kategori utama, yaitu Pra Ramadhan, Ketika Ramadhan, Pasca Ramadhan, serta Kisah dan Hikmah. Dan seiring dengan berjalannya waktu dan prosesi update konten dakwatuna.com, insya Allah halaman ini terus kami update dengan daftar naskah-naskah yang terkait dengan Ramadhan.
Kepada para pembaca sekalian, kami ucapkan selamat mempersiapkan diri menyambut Ramadhan, dan selamat beribadah puasa Ramadhan. Semoga kit
Pra Ramadhan
Ketika Ramadhan
Pasca Ramadhan
Kisah dan Hikmah
http://www.dakwatuna.com/2008/bulan-syaban/Bulan

merangkai bait-bait puisiku

ku rangkai tiap-tiap bait puisiku,ku rajut asa disetiap kata-kataku,berharap cinta tidak lagi fatamorgana bagiku ,karna ku butuh kenyataan cinta ,lemah raga & jiwa tanpanya,takkan mampu ku menyusuri derasnya kehidupan,andai dia nyata,,..cinta bisa ku genggam,ku peluk,dan tak pernah ku lepaskan. Namun,cinta yg sesungguhnya adalah sesuatu yg abstrak tanpa bisa di sentuh,&juga sering menipu. Namun bagaimanapun tidak ada jiwa yg mampu hidup tanpa cinta.

ke indahan agama islam

بسم الله الرحمن الرحيم
Perkataan yang indah adalah "Dakwah"
Lagu yang merdu adalah "Adzan"
Media yang baik adalah "Alqur'an"
Senam yang sehat adalah "Sholat"
Diet yang sempurna adalah "Puasa"
Kebersihn yang mnyegarkn adalah "Wudhu"

Selasa, 03 Agustus 2010

bidadari

pada sebuah hari aku berjalan melangkahkan kaki ,langkahku terhenti,dan mulutku pun terkunci,sebab seorang bidadari tersenyum padaku. mata ini tidak ingin berbuat jinnah,dan hati pun tidak ingin dikuasai oleh syahwat,tetapi bidadari itu selalu hadir di dalam jiwaku,,..siapakah bidadari itu....????? ku ajak seorang temanku untuk menemaniku menemuinya ,,tetapi langkahku terhenti kembali ,,apakh ini yg namanya jatuh cinta...???  ku memujikebesaran ALLAH dan ke indahannya yg tlah dia tampakkan ,,sanngupkah aku mengenalnya .........?


oleh


:mu'ammar qodafiy

Senin, 02 Agustus 2010

mohon ma'af lahir dan bathin

ke kota jakarta hari selasa,pulang pergi naik kereta,1 minggu lagi kita puasa,mohon ma'af kalau ada salah kata,mohon maaf lahir dan bathin ya semua.,.,.,.

cinta yg dalam


Ukhti fillah yang dicintai Allah…, kaifa haluki wa kaifa imanuki ? ana berharap anti dalam keadaan khoir wal ‘afiyah. Begitu juga hati dan iman anti -yang saat lalu anti mengadu bahwa ia sedang ’sakit’ dan yanqush- semoga Allah memberikan cahaya-Nya dan melembutkannya dengan belaian kasih sayang-Nya dan rahmat-Nya.

Ukhti, risalah ini sengaja ana tulis untuk anti berkaitan dengan curhat anti tempo hati mengenai ‘amburadulnya’ kondisi ruhiyah anti karena terlalu seringnya anti bekerjasama dan bermuamalah dengan seorang ikhwan, partner dakwah anti.

Ukh, ana memahami kondisi anti sebagai aktivis dakwah yang mau tidak mau mengharuskan anti untuk menjalin komunikasi dengan ikhwan, yang notabene anti adalah sosok yang cukup sensitif dan rawan jika harus berinteraksi dengan mereka. Ikhwan -dengan segala predikat dan atribut yang melekat padanya- ternyata bisa membuat sebuah ‘variasi’ tersendiri bagi warna-warni perjalanan hati seorang akhwat (bahkan yang sudah ‘ngaji’ lama dan sudah ‘mudeng’-nggak nyindir loh ?!). Well, terbukti bukan hanya akhwat yang bisa menjadi sumber fitnah, ternyata ikhwan juga.

Ukhti…, terus terang ana memang tidak menafikan adanya different bear yang menjalari hati ketika harus berkomunikasi dengan lawan jenis yang berembel-embel ikhwan (dan pastinya belum menikah) itu. Dan sepertinya…hampir tiap akhwat maupun ikhwan pun demikian, diakui atau tidak. entah kenapa. mungkin seperti yang ana katakan tadi, wilayah ini memang sangat rawan. Dangerous area, mungkin itu sebutan yang pas, bahkan kalau boleh ana gambarkan, ikwan dan akhwat itu ibarat magnet yang memiliki dua kutub berbeda yang saling tarik menarik dengan daya magnetis yang tinggi (yang kalau tidak dijaga benar-benar bisa fatal).

Dalam kesempatan ini ana tidak akan mengemukakan hal-hal yang bersifat ‘teoritik’ sebagai feedback terhadap aduan anti yang lalu. dan afwan jika risalah ini cukup ‘keras’. Karena ana sadar betul anti bukanlah ‘akwat kemaren sore’ yang belum tahu apa-apa. dan ana juga yakin benar, anti pun sudah faham ilmunya (apalagi predikat sebagai aktivis dakwah dan da’iyah tersandang dalam sosok anti, sehingga membuat ana semakin yakin tentang kefahaman anti, begitu khan ?)

Ukhti fillah yang ana cintai…, ana mengakui bahwa membangun komunikasi dengan ikhwan memang berat. bukan berat di fisik namun di hati. awalnya memang bisa untuk bertahan….tapi lama kelamaan timbul simpati….dan bisa-bisa akhirnya ada ‘rasa’ yang lain….indefinable feeling…,apalagi jika harus banyak-banyak berinteraksi dengan mereka, apalagi kalau sudah menyinggung masalah-masalah pribadi, bahkan sampai curhat segala, plus sering-sering bertemu dan melihat. waah bisa ancur hati dan iman anti (wal iyazhu billah !) berat memang ketika harus menjalin hubungan dengan mereka, hatta mengatasnamakan kepentingan dakwah. berat banget, ukh !

Itulah…kalau memang anti sudah tak kuasa membendung gharizatun nau’ anti terhadap ikhwan tersebut, langkah yang paling afdhol adalah memutuskan hubungan dengan dia. Hentikan komunikasi. Disconnect ! hindari celah-celah yang dapat menjadi sarana untuk berinteraksi dengan dia. Jauhi dia, ukh ! no more interaction, stop here !! itu adalah jurus jitu untuk menyelamatkan hati dan iman anti, jika anti benar-benar ingin selamat.

Dan jika memang benar anti tidak bisa menghentikan secara total hubungannya dengan dia dengan alasan anti tidak ingin surut dari belantara dakwah dan ingin tetap melaksanakan amanah anti dalam dakwah tersebut, maka yang harus anti lakukan adalah melawan ‘virus merah jambu’ yang menyerang anti. anti harus berusaha keras untuk fight ! jangan biarkan ia menguasai hati dan menggerogoti keistiqomahan anti. Jangan biarkan ia terus menerus menginvasi. LAWAN, UKHT ! LAWAN !!!

Ukh, jika anti memang meniatkan diri -ketika menjalin kontak dengan dia dan mereka- adalah untuk dakwah, maka jangan ada muatan lain selain untuk kemaslahatan dakwah (anti nggak mau kan termasuk orang-orang yang mengatasnamakan kepentingan dakwah untuk tendensi-tendensi pribadi ?! jaga arah hati dan…waspada !!!).

Ukhtiku yang ana cintai….masalah dalam iqomatuddin itu buaanyaak dan seabrek ! coba anti lihat wajah umat hari ini, betapa banyak masalah mereka yang harus ditangani. anti lihat wajah generasi penerus kita, anti lihat dien kita saat ini ?! mereka membutuhkan ‘kerja’ kita ukh. mereka memerlukan sumbangan tenaga, pikiran, waktu dan seluruh potensi kita.

Tidakkah anti berfikir tentang tangisan pilu saudara-saudara muslim yang dibantai, dianiaya, diteror dan diintimidasi ? tidakkah anti mendengar jeritan para ummahat dan anak-anak yang menjadi sasaran peluru dan peledak ? akankah anti sibuk dengan ‘urusan sepele’ tersebut sementara para ikhwah seperjuangan mati-matian untuk mempertahankan dien dan izzah mereka….akankah anti ‘bermain-main dengan perasaan anti dan terjebak di dalamnya’ sementara ma’rakatul jihad dan medan-medan konflik dipenuhi dengan genangan air mata dan darah para syuhada’ ?! renungilah ukh…..RENUNGI DAN FAHAMI ! masih banyak yang harus kita fikirkan, masih banyak hal-hal yang lebih pantas menyita ruang fikir kita daripada hal-hal sepele seperti itu….masalah-masalah iqomatuddin jauuuh lebih besar dari masalah-masalah semacam itu…sekali lagi, RENUNGI DAN HAYATI !

Ukhti fillah rahimakumulloh….marilah kita fahami tabiat dien ini. sungguh, dien ini adalah dien yan suci, yang tidak akan tegak kecuali dengan cara yang suci dan orang-orang yang suci pula. harapan ana, semoga kita bisa mengislah masing-masing diri kita, tetap menjaga kelurusan niat, kesucian hati dan jiwa kita, serta tetap tsabat di atas jalan-Nya. be istiqomah, ukh !

Masih ingat perkataan ibnu taimiyah kan ? “Tiada kebahagiaan dan kelezatan sempurna bagi hati selain kecintaan kepada Allah dan upaya mendekatkan diri kepada-Nya dengan hal-hal yang dicintai-Nya. sementara cinta tidak akan ada kecuali dengan berpaling dari semua kecintaan kepada selain-Nya. ” indah bukan ?! semoga Allah selalu mencurahkan manisnya iman kepada-Nya dan hangat cinta-Nya, kepada kita semua.

Satu hal yang tidak boleh anti lewatkan adalah ‘muraqabatullah’, pengawasan Allah, ukh. Innallaha ala bi kulli sya’in ‘alim. Malu lah kepada-Nya. Malu lah kepada Dzat yang Maha Mengetahui segala apa yang tersembunyi dalam hati.

ukh…,jangan lupa untuk selalu melakukan self control. pengendalian intern terhadap diri anti itulah yang akan menjadi basis kekuatan untuk memukul mundur ‘virus-virus busuk’ dalam perjalanan iman anti. manage baik-baik self control anti, yaa….

pesan ana, kuatkan diri anti di jalan dakwah. perjalanan kita masih panjang. masih banyak lagi tribulasi dakwah yang akan kita temui. hadapi, atasi, dan jangan lari !, anggap saja accident yang menimpa hati dan iman anti tersebut sebagai bentuk mihnah, ujian dari Allah. bertahanlah, ukh ! tetaplah tegar di atas jalan-Nya. meskipun berat dan menyakitkan,….tetaplah bertahan ! bersabarlah untuk tidak bermaksiat kepada-Nya ! Ishbiru wa shabiru…,

Terakhir, Allahu ma’ana ukh…,always-lah berdoa, berikhtiar dan tawakal. insya’Allah doa ana juga menyertai anti.
assallamu'alaikum.........